BEBERAPA waktu terakhir dirilis sebuah hasil penelitian, bahwa SARS-CoV-2 ternyata ditemukan juga di feces (tinja). Bagaimana sebenarnya perjalanan virus yang menjadi penyebab Corona Virus Disease 2019 (Covid0-19) ini di dalam tubuh hingga akhirnya sampai di usus? Bersama Drs apt Julian Afferino Taruna Vijaya, MS dari Pharmacare Consulting kita akan membahasnya lebih dalam. Alumni Fakultas Farmasi UGM ini mengambli gelar masternya di bidang Clinical Laboratory di UTMB Texas, Amerika Serikat.
Tresnawati (Tn) : benarkah SARS-Cov-2 ini ditemukan didalam feces (tinja)?
Julian Afferino (JAT) : Dalam sebuah penelitian yang dilakukan terhadap 18 jenasah korban Covid-19, para ahli menemukan adanya SARS-CoV-2 dalam tinja. Meski mereka hingga kini tidak mengumumkan adanya penularan melalui tinja, tetapi hal itu sangat mungkin terjadi. Dalam penelitian yang melibatkan 21 ahli patologi itu, mereka juga mendeteksi adanya virus yang menyebabkan Covid-19 ini di dalam darah dan urin.
Tn : berarti kemungkinan penularannya tidak hanya melalui droplet?
JAT : Ya betul. Dari kajian ini, pemahaman kita mengenai transmisi SARS-CoV-2 menjadi berubah. Transmisi tidak hanya melalui droplet, tetapi juga bisa dari cairan tubuh yang lain yaitu darah, juga urin dan tinja. Itu adalah hasil autopsi jenasah yang dilakukan oleh ilmuwan dari Department Pathology Peking University dibawah pimpinan Prof Jiang Gu, bekerjasama dengan ahli patologi dan University of Newcastle Australia dibawah koordinasi Prof Virginia M Anderson dan Anthony SY Leong yang mengkordinir ahli patologi dari State University of New York.
Tn : darimana sebenarnya informasi ini berawal?
JAT : Informasi mengejutkan mengenai infeksi SARS-CoV-2 dalam saluran cerna antara lain ditayangkan oleh Thailand Medical News pada 6 Maret 2020 lalu. Dengan sangat agresif media ini mengulas laporan penelitian yang dimuat dalam Journal of the American Gasthoenterology Association. Laporan tersebut menyoroti dampak corona virus dalam saluran pencernaan (digestive tractus).
Beberapa temuan signifikan dilaporkan bahwa sebagian penderita Covid-19 mengalami diare,mual, muntah dan ketidaknyamanan perut sebelum gejala pernafasan berkembang. Dalam pengamatan patologis termasuk deteksi RNA SARS-Cov-2 dengan RT-PCR (real time polymerase chain reaction) yang menggunakan sampel sel epitel lambung duodenum dan rektal menunjukkan bahwa SARS-Cov-2 menginfeksi sel-sel epitel kelenjar glandular gastrointertinal.
Tn : bagaimana perjalanan virus ini di dalam tubuh, sehingga bisa sampai ke saluran pencernaan?.
JAT : sekali lagi perlu diingat, SARS-CoV-2 yang dapat menginfeksi manusia hingga menyebabkan pneumonia akut ini, merupakan penginfeksi yang benar-benar baru dan belum bisa dipahami sepenuhnya
Karena itu, maka ulasan tentang coronavirus termasuk penyebarannya melahirkan banyak spekulasi. Berbeda dengan spekulasi yang dilakukan oleh awam, spekulasi yang dilakukan oleh para ahli tentu didukung dengan penelitian yang mendalam.
Untuk menjelaskan bagaimana para ahli memahami tentang SARS-CoV-2 , ada 2 postulat yang dibangun. Postulat pertama berkaitan dengan ACE-2 yang merupakan enzim yang keberadaannya tersebar di permukaan luar (membrane sel) paru-paru, jantung, arteri, ginjal dan usus. Dengan postulat ini, maka bisa dipahami mengapa SARS-CoV-2 bisa berada hingga di saluran pencernaan.
Tn : akan tetapi bagaimana SARS-CoV-2 bisa melewati barrier asam di lambung, karena sedari awal dikatakan bahwa virus ini tidak bisa bertahan di lingkungan asam?
JAT : Untuk menjawab pertanyaan ini, para ahli membangun postulat kedua. Postulat ini mengusulkan mekanisme patogenesis SARS-CoV-2 melalui saluran pernafasan dan diawali dengan menginfeksi sel-sel epitel trakea, bronkus, bronkiolus dan paru-paru. Virus kemudian menginfeksi sel-sel imun dan bersirkulasi hingga ke berbagai organ, yaitu limpa, kelenjar getah bening dan jaringan limfoid lainnya. Akibatnya kekebalan tubuh melemah dan berujung pada pneumonia berat. Bersama sel imun, virus ini juga bersirkulasi hingga ke usus.
Sekitar 39 persen pasien yg terinfeksi SARS-CoV-2 mengalami diare dan keluhan saluran pencernaan setelah 3-7 hari demam. Periode ini diperkirakan merupakan fase virus menginfeksi sel-sel kekebalan yang bersirkulasi untuk menyerang dan merusak usus. Sel-sel epitel mukosa dan limfosit submukosa yang rusak akan masuk ke tinja, dan inilah asal virus dalam tinja.
Dengan cara yang sama virus SARS-CoV-2 yang menginfeksi dan masuk aliran darah menyebar ke berbagai organ. Akibatnya, pasien yang memiliki gangguan pada fungsi kekebalan, antara lain mereka yang memiliki penyakit kronis dan para lanjut usia akan menderita lebih parah dengan tingkat kematian lebih tinggi.
Postulat kedua ini merupakan rumusan yang dihasilkan dari penelitian yang dilakukan oleh kolaborasi 21 ahli patologi yang saya sebutkan tadi. Dari penelitian tersebut juga diperoleh kesimpulan bahwa infeksi SARS-CoV-2 mirip dengan infeksi HIV.
Tn : Mirip HIV? Merusak kekebalan tubuh?
JAT : Jika HIV menyerang dan menghancurkan target secara perlahan terutama sel limfosit, SARS-CoV-2 menginfeksi dan menghancurkan sel-sel kekebalan dengan cara yang jauh lebih cepat dan lebih dahsyat.
Kerusakan paru-paru hanyalah akibat dari kerusakan sel kekebalan. Hal ini didukung bukti bahwa terjadinya penurunan limfosit T (CD3; CD4 dan CD8) pada awal gejala terus berlanjut hingga di fase pemulihan
Dari hasil autopsi jenasah korban Covid-19, virus ditemukan dalam limfosit dan monosit di jaringan otak, ginjal, jantung, kelenjar adrenal, kelenjar tiroid, pankreas dan otot rangka.
Ditemukannya virus dalam darah, urin dan tinja, membuat umat Islam harus semakin hati-hati dan waspada pada saat melakukan perawatan jenasah, terutama pada saat memandikannya.(*)